KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT. Karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Tampan, 2014
Pemakalah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pentingnnya masalah aqidah ini dalam ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup kuat dibanding persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan.
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat mengemuka dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran, yaitu Mu'tazilah, Syiah, Khawarij, Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.
3
B. Pokok Bahasan
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah dan Qadariyah. Dalam makalah ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang aliran Jabariyah dan Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar belakang lahirnya sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum.
C. Tujuan
Tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk mengetahui asal ususl munculnya aliran Jabariyah dan Qadariyah serta mengetahui ajaran-ajaran pokoknya.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Jabariyah
1. Latar Belakang
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung pengertian memaksa. Di dalam kamus Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
Menurut Harun Nasution, Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat, karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya penjelelasan yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak Tuhan. Adapaun tokoh yang mendirikan aliran ini menurut Abu Zaharah dan al-Qasimi adalah Jahm bin Safwan, yang bersamaan dengan munculnya aliran Qadariyah.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata dapat tidak memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.
5
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak tergantung dengan Alam, sehingga menyebabakan mereka kepada paham fatalisme.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam Alquran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham Jabariyah, diantaranya:
a. QS ash-Shaffat: 96
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
b. QS al-Insaan: 30
•
Artinya : “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Selain ayat-ayat Alquran di atas benih-benih faham al-Jabar juga dapat dilihat dalam beberapa peristiwa sejarah:
a. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah Takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai takdir.
b. Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diintrogasi, pencuri itu berkata "Tuhan telah menentukan aku mencuri". Mendengar itu Umar kemudian marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta. Oleh karena itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu, yaitu: hukuman potongan tangan karena mencuri dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan.
c. Ketika Khalifah Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan siksa dan pahala. Orang tua itu bertanya,"apabila perjalanan (menuju perang siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa Qadha dan Qadha Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Pahala
6
dan siksa akan didapat berdasarkan atas amal perbuatan manusia. Kalau itu sebuah paksaan, maka tidak ada pahala dan siksa, gugur pula janji dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d. Adanya paham Jabar telah mengemuka kepermukaan pada masa Bani Umayyah yang tumbuh berkembang di Syiria.
2. Ajaran-Ajaran Pokok
Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ekstrim dan moderat.
Pertama, aliran ekstrim. Di antara tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya adalah bahwa manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Dengan demikian ajaran Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah, tidak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimilki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari scenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah.
Kedua, ajaran Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan tuhan.
7
B. Aliran Qadariyah
1. Latar Belakang
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diinrvensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan sekitar tahun 70 H/689M.
2. Ajaran-Ajaran Pokok
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh
8
hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara dan mendukung paham itu :
a. QS Fush- Shilat : 40
اعْÙ…َÙ„ُوا Ù…َا Ø´ِئْتُÙ…ْ Ø¥ِÙ†َّÙ‡ُ بِÙ…َا تَعْÙ…َÙ„ُونَ بَصِيرٌ
Artinya : “Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa yang kamu perbuat”.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aliran Jabariyah dan Qadariah pada dasarnya berpandangan bahwa bahwa manusia benar-benar memiliki kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan dimintai pertanggungjawaban atas keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut pada dasarnya merupakan pemenuhan takdir (ketentuan) yang telah ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan berkehendak manusia tidak dapat tercapai tanpa campur tangan Allah SWT, seperti seseorang yang ingin membuat meja, kursi atau jendela tidak akan tercapai tanpa adanya kayu sementara kayu tersebut yang membuat adalah Allah SWT. Dalam masalah Iman dan Kufur ajaran Jabariyah yang begitu lemah tetap bisa diberlakukan secara temporal, terutama dalam langkah awal menyampaikan dakwah Islam sehingga dapat merangkul berbagai golongan Islam yang masih memerlukan pengayoman. Di samping itu pendapat-pendapat Jabariyah sebenarnya didasarkan karena kuatnya iman terhadap qudrot dan irodat Allah SWT, ditambah pula dengan sifat wahdaniat-Nya.
Sementara bagi Qodariyah manusia adalah pelaku kebaikan dan juga keburukan, keimanan dan juga kekufuran, ketaatan dan juga ketidaktaatan. Dari keterangan ajaran-ajaran Jabariyah dan Qodariyah tersebut di atas yang terpenting harus kita pahami bahwa mereka (Jabariyah dan Qodariyah) mengemukakan alasan-alasan dan dalil-dalil serta pendapat yang demikian itu dengan maksud untuk menghindarkan diri dari bahaya yang akan menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan beragama dan mencapai kemuliaan dan kesucian Allah SWT dengan sesempurna-sempurnanya. Penghindaran itu pun tidak mutlak dan tidak selama-lamanya, bahkan jika dirasanya akan berbahaya pula, mereka pun tentu akan mencari jalan dan dalil-dalil lain yang lebih tepat.
Sebagai penutup dalam makalah ini. Kedua aliran, baik Qadariyah ataupun Jabariyah nampaknya memperlihatkan paham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada Alquran. Hal ini menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan perbedaan pendapat dalam Islam.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. ILMU KALAM JABARIYAH DAN QADARIYAH | KAJIAN KEISLAMAN
http:// syafieh74.blogspot.com/2014/04/ ilmu-kalam-jabariyah-dan-qadariyah.html
2. http://gusriwandi.blogspot.com/2012/03/aliran-dalam-ilmu-kalam-qadariyah-dan.html
11
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
A. Latar Belakang...............................................................................................................3
B. Pokok Bahasan...............................................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
A. Latar Belakang Aliran Jabariyah....................................................................................5
B. Ajaran-Ajaran Pokok Aliran Jabariyah..........................................................................7
C. Latar Belakang Aliran Qadariyah..................................................................................8
D. Ajaran-Ajaran Pokok Aliran Qadariyah........................................................................8
BAB III PENUTUP.................................................................................................................10
A. Kesimpulan...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11
2
Mata Kuliah: Dosen Pembimbing:
Aqidah Muhammad Alparadi, M.PD.I
MAKALAH AQIDAH
ALIRAN JABARIYAH DAN QADARIYAH
Disusun Oleh:
KELOMPOK 11 LOKAL D
Aanggota:
AFDHAL HELMANSYAH BAKAR / 11452101636
FAHRIANDA YUNASMI /
M. WIKY SAPUTRA /
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2014
Tuesday, May 26, 2015
TUGAS AQIDAH
Penulis Teknik Industri
Diterbitkan Tuesday, May 26, 2015
Tags
Artikel Terkait
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
EmoticonEmoticon